Saturday, May 4, 2019

Travel Singapore Trip Edisi Babymoon

Pada 25 hingga 28 Desember 2016 lalu, saya dan istri melakukan perjalanan singkat ke Singapore. Alasannya simpel, istri saya ingin jalan-jalan ke tempat yang berbeda untuk mengisi liburan akhir tahun kali ini. Dan kebetulan, ia belum pernah berkunjung ke negeri Singa itu. Saya sendiri sebulan sebelumnya berkesempatan ke sana dalam ragka kegiatan kantor. Namun, ya tak mengapa mengunjungi kota yang menurut saya patut dijadikan patokan bagi pengembangn kota-kota di Indonesia itu. Singapore adalah kota (sekaligus negara) yang ramah bagi pejalana kaki, kita tak perlu pusing memikirkan mau naik apa di sana, menyewa mobil atau motor. Cukup ikuti saja jalur MRT yang sudah ada, dan hampir semua atraksi dan sudut kota dapat dijangkau dengan moda transportasi massal itu. Hal yang sangat langka ada di Indonesia, meskipun itu di Ibukota Jakarta.
Berfoto di depan Merlion Singapore
Saya dan istri melakukan penerbangan ke Singapore dari Semarang, dan dari kota itu hanya ada beberapa penerbangan saja yang direct ke sana. Salah satunya adalah a*r a*sia (maaf saya * karena tidak mau promo - red :D), yang terbang tiga kali per-minggu (maaf sekali lagi jika salah jadwalnya). Mengapa dari Semarang dan bukan dari Jakarta? Kebetulan saya dan istri masih LDM (long distance marriage) - saya bekerja di Jakarta sedangkan istri masih praktik dokter di Semarang. Dan lagipula, istri sedang mengandung our first hero! Jadi mungkin agak repot kalau dia harus ke Jakarta dulu bawa barang dan lain sebagainya.

Sebenarnya Singapore bukan pilihan pertama untuk Babymoon ini. Pilihan pertama adalah lombok, atau gili trawangan. Tapi setelah hitung-hitung sana-sini, ternyata biaya ke sana hampir sama dengan biaya ke Singapore. Dan istri pengen liat Universal Studio and naik roller coasternya - wait what?!?! Padahal dia lagi hamil, saya aja yang ndak hamil (meskipun perutnya sama-sama buncit) agak deg-deg ser naik itu. Tapi ya sudahlah, kita coba asikin aja acaranya.

Penerbangan sore berjalan baik meskipun sering kali ada guncangan. Wajar saja karena akhir tahun di Asia Tenggara itu sedang memasuki musim hujan. Pada penerbangan sebulan sebelumnya bersama dengan rekan kantor, guncangan bahkan lebih besar dan hebat lagi. Sampai di Singapore, lintasan bandara nampak basah, dan memang hujan besar sebelumnya turun.

Keadaan bandara waktu itu tidaklah begitu padat, wajar saja karena hari itu adalah tanggal 25 Desember. Orang-orang mungkin sedang merayakan natal bersama keluarganya. Dan wisatawan pun mungkin datang ke sana sebelum atau sesudah tanggal 25 Desember.

Kami turun di terminal 3 bandara International Changi, dan untuk ke kota, kami memilih untuk menggunakan MRT. Sebelumnya kami sudah membeli EZ-link dari salah satu agen penjualnya di Indonesia. Karena saya sudah punya, maka tinggal beli satu lagi. Kalau tidak salah $12 harganya, $5 untuk harga kartu, dan sisa $7 bisa digunakan untuk perjalanan. Mengapa tidak menggunakan kartu holiday pass saja yang harganya $22 untuk 3 hari? Karena liburan kami tanggung, 4 hari, dan saya sendiri sudah punya EZ-link. Jadi setelah dihitung-hitung lebih murah untuk beli EZ-link satu lagi buat istri. Toh kartu itu masih bisa digunakan 5 tahun lagi setelah masa penggunaan terakhir. Siapa tahu nanti bisa jalan-jalan bareng lagi ke sana. Setelah si kecil besar tentu saja.

Yang menarik di Changi waktu itu dihias dengan ornamen-ornamen natal plus pokemon. Why pokemon? I don't know. Mungkin di sana demam permainan Pokemon Go masih berlangsung. Di Indonesia sendiri, pokemon Go sudah banyak dilupakan semenjak beberapa bulan yang lalu. Dan aku sendiri sudah menghapusnya dari android miliku.

Oke, lanjut lagi ke jalan-jalannya. Setelah puas foto-foto dengan snorlax, yang kata istriku mirip aku?? Kami menggunakan monorail untuk berpindah dari terminal 3 ke terminal 2. Stasiun MRT menuju ke kota ada di terminal 2 dan stasiun itu terhubung dengan monorail yang menghubungkan antara satu terminal dengan terminal yang lain. Itulah hebatnya Singapore, orang tidak perlu susah-susah mencari taksi atau mengeluarkan uang banyak untuk menyewa mobil guna sekedar berputar-putar di negara kota itu.

Dari Changi, dibutuhkan 8 stasiun hingga sampai ke stasiun tujuan kami, Lavender. Kereta tidak begitu padat, dan istri dapat tempat duduk. Dia cukup excited melihat MRT yang tidak hanya bersih, namun nyaman dan tepat waktu. Waktu tunggunyapun singkat, cuma 2 menit! Sekali lagi, ini benar-benar membedakan antara transportasi umum di Indonesia dan Singapore. Di Singapore, pejalan kaki dan pengguna transportasi umum adalah raja. Di sini, pengguna mobil adalah yang punya kasta tertinggi. Tidak heran, kota-kota seperti Yogyakartapun sekarang ini macet bukan main.

Hotel yang kami pesan cukup dekat dengan stasiun MRT Lavender, eeerrr, lebih tepatnya diatas stasiun MRT tersebut. Hotel V Lavender, atau V Hotel Lavender (nama yang sebenarnya cukup absurd). Kami cukup berjalan kaki ke belakang stasiun dan woalla, di sana hotelnya. Selain itu, hotel ini sangat dekat dengan Bugis, Mustoffa, dan Arab Street, beberapa list lokasi yang memang saya dan istri ingin kunjungi.

V Hotel Lavender mempunyai rating yang cukup bagus di beberapa situs pemesanan tiket dan akomodasi hotel. Karena itu meskipun sedikit diatas budget awal untuk masalah harga kamar per malam, namun ya sudahlah. Toh tempatnya sangat dekat dengan MRT sehingga tidak menyulitkan buat kami (terutama si bumil). Kelemahan dari hotel ini adalah tidak tersedianya makanan halal untuk sarapan. Jadi bagi muslim, lebih baik untuk memesan kamar non-breakfast. Lagipula di samping hotel ini terdapat semacam foodcourt dan tersedia berbagai makanan seperti MCD, Laksa, dan lain sebagainya. Cukup membantu untuk kami dan terutama si bumil yang bisa saja lapar malem-malem.

Keesokan harinya sebelum ke Universal Studio Singapore (demi memenuhi ngidam si bumil), kami menyempatkan jalan-jalan ke arab street. Tujuan kami ingin melihat Masjid Sultan dan makan nasi Biryani di Zam-Zam. Sebenarnya jarak dari hotel ke Arab Street tidak begitu jauh, namun setelah dihitung2, lebih dekat jika kita naik MRT dulu dan keluar dari Bugis Station. Baru dari sana kita berjalan kaki menuju ke Arab Street melalui Raffles Hospital dsb.

Di zam-zam, selain mencoba Biryani kami juga memesan murtabak daging mutton. Sebelumnya saya sendiri belum pernah mencoba daging mutton dan ternyata cukup enak dan lembut. Mutton sendiri adalah domba mature (kata mbah google), sehingga pasti kolesterolnya cukup tinggi. Ah, bodo amat, kolesterol itu hanya mitos kalau pas liburan.

Selain makan, kami menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di daerah Masjid Sultan dan Arab Street. Cuaca mendung, sehingga tidak banyak yang bisa kami lihat. Paling hanya suasana sekitar masjid dan pertokoan yang mulai buka di sekitar sana. Ada juga ternyata tempat oleh-oleh, namun tidak terlalu banyak. Dan kami tidak membeli apa-apa di sana karena memang kami hanya berencana untuk ke Universal Studio pagi itu.

Dari stasiun MRT Bugis, kami menuju ke Outram Park. Kedua stasiun ini masih berada di line hijau (atau yang disebut sebagai East West). Dari Outram Park, kami pindah ke jalur unggu atau North East menuju ke Harbour Front. Perjalanan itu memakan waktu kurang dari 45 menit. Tidak terlalu melelahkan, bahkan bagi bumil seperti istri saya. Dari Harbour Front, kami menggunakan LRT yang merupakan LRT internal dari kawasan Sentosa, termasuk di dalamnya Universal Studio Singapore.

Nah untuk petualangan Universal Singapore secara detail akan kami jabarkan di posting berikutnya...

Ditulis oleh: Anindita Saktiaji
Kategori: Singapore, Singapura, Universal Studio, Universal Studio Singapura

1 comment:

Unknown said...

Water Hack Burns 2 lb of Fat OVERNIGHT

At least 160000 men and women are using a easy and secret "liquid hack" to drop 1-2lbs each and every night as they sleep.

It is scientific and it works on anybody.

Here's how you can do it yourself:

1) Get a drinking glass and fill it up half the way

2) Then follow this awesome hack

and you'll be 1-2lbs lighter when you wake up!